Incinerator RSU Kabanjahe


Baru dapat berita dari kampung halaman soal incinerator. Mudah-mudahan yang terkait membaca berita ini, dan memesan ke jual-incinerator.blogspot.com  :)

-------------------------------------------------------------

Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat. Disamping itu, rumah sakit juga dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.
Hal itu dikarenakan rumah sakit memiliki sampah-sampah medis (limbah padat) yang harus dimusnahkan keberadaannya jika sampah tersebut memang tidak bisa diolah kembali. Oleh karena itu, setiap rumah sakit, umumnya harus memiliki alat pemusnah yang digunakan untuk membakar limbah padat, yang dinamai insinerator.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya, harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam setelah limbah dihasilkan.
Nah, bagaimana dengan penanganan limbah-limbah medis yang ada di rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Karo yakni RSU Kabanjahe?. Memang, RSU Kabanjahe memiliki alat insinerator. Akan tetapi, menurut keterangan Humas RSU Kabanjahe, dr. Ria Putra Purba, saat ditemui sejumlah wartawan di lokasi penempatan insinerator mengatakan, alat tersebut saat ini dapat difungsikan, tetapi tidak terlalu maksimal.
Dikatakannya, meski alat itu dapat difungsikan, namun penggunaannya secara manual. “Insinerator ini berfungsi, tapi penggunaannya secara manual. Maklumlah anggaran kita belum ada untuk memperbaikinya. Rencana untuk perbaikan alat itu memang sudah ada,” ujar dr. Ria Putra.
Ketika ditanya apakah penggunaan insinerator secara manual dapat difungsikan secara maksimal, dr. Ria Putra terkesan tak mampu menjawab pertanyaan wartawan. “Ya gimanalah, seadanya sajalah dulu kita gunakan. Kalau mau tahu lebih banyak tentang insinerator ini, biar ku arahkan lah kalian sama si Metro (yang menangani insinerator),” ujarnya terkesan gugup.
Saat disinggung mengenai dana pemeliharaan insenerator tersebut, dr. Ria Putra juga terkesan mengelak. Ia mengarahkan sejumlah wartawan agar mempertanyakan hal itu kepada bagian KTU. “Kalau mengenai dana pemeliharaan saya kurang tahu, untuk lebih jelasnya tanya sama bagian KTU sajalah,” katanya sembari membawa wartawan ke ruang KTU menemui seorang pegawai wanita.
Ketika wartawan kembali mempertanyakan mengenai dana pemeliharaan insenerator tersebut, wanita berperawakan muda yang tidak diketahui namanya tersebut sontak kaget. “Kenapa dek, gak ada masalah kan?. Mengenai dana pemeliharaan alat itu (insinerator) memang sudah kita anggarkan untuk tahun ini, tapi dana kan belum ada,” katanya.
Minimnya dana di setiap instansi di jajaran dinas Pemkab Karo memang diamini oleh sejumlah wartawan, mengingat hingga saat ini belum disahkannya APBD yang dianggap sebagai salah satu faktor terhambatnya pembangunan di Kabupaten Karo.
Meski demikian, sejumlah awak media kembali melontarkan pertanyaan ke bagian KTU tersebut, apakah pada tahun-tahun sebelumnya dana pemeliharaan untuk alat insinerator itu ada. “Ka..Kalau itu kami gak tahu dek. Karena kalau untuk insinerator itu cuma perlu minyak saja. Tapi yang jelas untuk tahun ini pasti akan kita anggarkan,” ucapnya terkesan gugup.
Menurut pantauan,  Ruangan tempat alat pembakaran/ pemusnahan limbah (insinerator) di RSU Kabanjahe terlihat kusam. Selain kotor dan kumuh, barang-barang bekas juga banyak ditemui di tempat ini. Hal ini menguatkan dugaan bahwa insinerator tersebut sangat jarang digunakan oleh pihak rumah sakit.
Bayangkan saja, jika kita menghitung seberapa banyak limbah-limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit ini setiap harinya, sangat tidak wajar jika insinerator tersebut tidak berfungsi secara maksimal. Belum lagi jika alat ini digunakan secara manual, apakah virus-virus yang dihasilkan dari limbah tersebut dapat musnah seutuhnya?.

Sumber : berita online SUMUTBERITA